SISTEM KOLOID
1.
Pendahuluan
Puding
sudah dikenal sebagai makanan/minuman fungsional, disamping mengandung zat gizi
yang bermutu juga dapat digunakan sebagai /makananminuman yang mempunyai
khasiat yang menyehatkan. Untuk itu bahan dari agar-agar perlu diperhitungkan
dalam menyusun pola menu sehari-hari. Pudding mempunyai kualitas gizi dan
bentuk fisik yang hampir mirip dengan kue ini, ternyata dapat dibuat
dalam berbagai aneka bentuk dan rasa .
Kami lebih memilih dan menggunakan susu kedelai sebagai bahan dasar pembuatan
es krim dibandingkan
susu sapi karena meskipun kandungan susu sapi dan susu kedelai sama-sama
memiliki nilai gizi yang tinggi tetapi letak perbedaan antara susu sapi dan
susu kedelai adalah dari golongannya, susu sapi merupakan susu yang berasal
dari protein hewani sedangkan susu kedelai merupakan susu yang berasal dari
protein nabati yang lebih diperuntukkan
untuk vegetarian.
Kreasi pembutan es krim ini merupakan salah satu bentuk untuk mengatasi rasa
bosan untuk mengkonsumsi susu kedelai. Dengan dibuat kreasi demikian, anak-anak
pun akan lebih tertarik untuk melahapnya. Cita rasanya juga dapat divariasi
sedemikian rupa sehingga sepintas tidak jauh berbeda dengan es krim biasa.
2.
Standar Kompetensi :
Menjelaskan
sistem dan sifat koloid serta penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari
Kompetensi dasar :
Membuat
berbagai sistem koloid dengan bahan-bahan yang ada di sekitarnya, mengelompokkan sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
Indikator :
v
Produk
a. Menjelaskan pembuatan sistem koloid secara kondensasi, dispersi, dan peptisasi
b. Menjelaskan sifat-sifat kolid (efek Tyndall, gerak Brown,
dialisis, elektroforesis, emulsi, koagulasi)
c. Mendeskripsiskan
peranan koloid pada berbagai industri kosmetik, makanan, dan farmasi
d. Menyebutkan sifat-sifat koloid
dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
v Proses:
a. Melakukan percobaan mengenai pembuatan sistem koloid
dengan menggunakan bahan-bahan dalam kehidupan sehari-hari secara kondensasi,
dispersi, dan peptisasi
b. Mengamati hasil percobaan pembuatan sistem koloid
c. Menyimpulkan cara pembuatan sistem koloid secara kondensasi, dispersi, dan peptisasi
d. Mengklasifikasi suspensi kasar, larutan sejati, dan koloid
berdasarkan data hasil pengamatan (efek Tyndall, homogen/ heterogen, dan penyaringan)
e. Membedakan koloid liofob dan liofil
f. Mengamati gambar tentang partikel pada larutan,
koloid, dan suspensi
g.
Mengamati video
tentang partikel pada larutan, koloid, dan suspense
h.
Menghubungkan
partikel pada larutan, koloid, dan suspense dengan teori tumbukan
3.
Tujuan
Pembelajaran
Adapun
tujuan dari pembelajaran ini adalah :
v Produk :
a.
Siswa dapat menjelaskan pembuatan
sistem koloid secara kondensasi, disperse, dan peptisasi.
b. Siswa
dapat menjelaskan
sifat-sifat koloid (efek Tyndall, gerak Brown, dialisis,
elektroforesis, emulsi, koagulasi)
c. Siswa dapat menyebutkan
sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
v Proses:
a. Disediakan
alat dan bahan siswa melakukan percobaan mengenai pembuatan sistem koloid
secara kondensasi, disperse, dan peptisasi.
b. Diberikan
data hasil percobaan siswa dapat mengamati hasil percobaan pembuatan sistem
koloid
c. Berdasarkan
penyaringan dan sorotan senter siswa membuktikan bahwa hasil percobaan tersebut
merupakan sistem koloid
d. Dari
percobaan yang dilakukan siswa dapat menyimpulkan cara pembuatan sistem koloid
secara kondensasi, disperse, dan peptisasi.
e. Disediakan alat dan bahan percobaan, siswa
dapat melakukan percobaan mengenai (efek Tyndall, gerak Brown, dialisis,
elektroforesis, emulsi, koagulasi)
f. Dengan dilakukan percobaan, siswa
dapat mengamati percobaan yang terjadi
g. Berdasarkan poin a dan b, siswa
dapat menyimpulkan sifat-sifat koloid (efek
Tyndall, gerak Brown, dialisis, elektroforesis, emulsi, koagulasi)
h. Disediakan gambar, siswa dapat
mengamati partikel pada larutan,
koloid, dan suspensi.
i.
Disediakan gambar dan video, siswa dapat menghubungkan
penyebab gerak Brown dengan Teori Tumbukan.
j.
Berdasarkan poin d dan e siswa dapat menjelaskan
sifat-sifat koloid (efek Tyndall, gerak Brown, dialisis,
elektroforesis, emulsi, koagulasi)
k. Diberikan LKS, siswa dapat
mendiskusikan hasil pengamatan
4.
Peta Konsep
SISTEM KOLOID
A. PENGERTIAN SISTEM KOLOID
Apabila kita mencampurkan gula dengan air, ternyata
gula larut dan kita memperoleh larutan gula. Di dalam larutan, zat
terlarut tersebar dalam bentuk partikel yang sangat kecil, sehingga tidak dapat
dibedakan lagi dari mediumnya walaupun menggunakan mikroskop ultra. Larutan
bersifat kontinu dan merupakan sistem satu fasa (homogen). Ukuran partikel zat
terlarut kurang dari 1 nm (1 nm =10–9 m). Larutan bersifat stabil (tidak
memisah) dan tidak dapat disaring. Di lain pihak, jika kita mencampurkan tepung
terigu dengan air, ternyata tepung terigu tidak larut. Walaupun campuran ini
diaduk, lambat laun tepung terigu akan memisah (mengalami sedimentasi).
Campuran seperti ini kita sebut suspensi. Suspensi bersifat heterogen
dan tidak kontinu, sehingga merupakan sistem dua fasa. Ukuran partikel
tersuspensi lebih besar dari 100 nm. Suspensi dapat dipisahkan dengan penyaringan..
Selanjutnya, jika kita mencampurkan susu (misalnya,
susu instan) dengan air, ternyata susu “larut” tetapi “larutan” itu tidak
bening melainkan keruh. Jika didiamkan, campuran itu tidak memisah dan juga
tidak dapat disaring (hasil penyaringan tetap keruh). Secara makroskopis
campuran ini tampak homogen. Akan tetapi, jika diamati dengan mikroskop ultra,
ternyata masih dapat dibedakan partikel-partikel susu yang tersebar di dalam
air. Campuran seperti inilah yang disebut koloid. Ukuran partikel
koloid berkisar antara 1 nm – 100 nm. Jadi, koloid tergolong campuran heterogen
dan merupakan sistem dua fasa.
B.
KOMPONEN
PENYUSUN KOLOID
Sistem koloid tersusun atas dua komponen, yaitu fasa
terdispersi dan medium dispersi atau fasa pendispersi. Fasa terdispersi
bersifat diskontinu (terputus-putus), sedangkan medium dispersi bersifat
kontinu. Pada campuran susu dengan air yang disebut di atas, fasa terdispersi
adalah susu, sedangkan medium dispersi adalah air. Perbandingan sifat antara
larutan, koloid, dan suspensi disimpulkan dalam Tabel berikut ini:
C. JENIS-JENIS KOLOID
Sistem koloid terdiri atas dua fasa, yaitu fasa terdispersi
dan fasa pendispersi (medium dispersi). Sistem koloid dapat dikelompokkan berdasarkan
jenis fasa terdispersi dan fasa pendispersinya.
Koloid yang mengandung fasa terdispersi padat disebut sol.
Jadi, ada tiga jenis sol, yaitu sol padat (padat dalam padat), sol
cair (padat dalam cair), dan sol gas (padat dalam gas). Istilah sol
biasa digunakan untuk menyatakan sol cair, sedangkan sol gas lebih
dikenal sebagai aerosol (aerosol padat). Koloid yang mengandung
fasa terdispersi cair disebut emulsi. Emulsi juga ada tiga jenis, yaitu
emulsi padat (cair dalam padat), emulsi cair (cair dalam cair), dan emulsi
gas (cair dalam gas). Istilah emulsi biasa digunakan untuk
menyatakan emulsi cair, sedangkan emulsi gas juga dikenal dengan nama aerosol
(aerosol cair). Koloid yang mengandung fasa terdispersi gas disebut buih.
Hanya ada dua jenis buih, yaitu buih padat dan buih cair. Mengapa
tidak ada buih gas? Istilah buih biasa digunakan untuk menyatakan buih
cair.
Dengan demikian ada 8 jenis koloid, seperti yang tercantum
pada tabel berikut ini:
a.
Aerosol
Sistem koloid dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas disebut aerosol.
Jika zat yang terdispersi berupa zat padat, disebut aerosol padat; jika
zat yang terdispersi berupa zat cair, disebut aerosol cair. Contoh
aerosol padat: asap dan debu dalam udara. Contoh aerosol cair: kabut dan
awan.Dewasa ini banyak produk dibuat dalam bentukaerosol, seperti semprot
rambut (hair spray), semprot obat nyamuk, parfum, cat semprot, dan
lain-lain. Untuk menghasilkan aerosol diperlukan suatu bahan pendorong
(propelan aerosol). Contoh bahan pendorong yang banyak digunakan adalah senyawa
klorofluorokarbon (CFC) dan karbon dioksida.
b.
Sol
Sistem koloid dari partikel padat yang terdispersi
dalam zat cair disebut sol. Koloid jenis sol banyak kita temukan dalam
kehidupan sehari-hari maupun dalam industri.Contoh sol: air sungai (sol dari lempung
dalam air), sol sabun, sol detergen, sol kanji, tinta tulis, dan cat.
c.
Emulsi
Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat
cair lain disebut emulsi. Syarat terjadinya emulsi ini adalah dua jenis zat
cair itu tidak saling melarutkan. Emulsi dapat digolongkan ke dalam dua bagian,
yaitu emulsi minyak dalam air (M/A) dan emulsi air dalam minyak (A/M). Dalam
hal ini, minyak diartikan sebagai semua zat cair yang tidak bercampur dengan
air.
Contoh emulsi minyak dalam air (M/A): santan, susu,
kosmetik pembersih wajah (milk cleanser) dan lateks. Contoh emulsi air
dalam minyak (A/M): mentega, mayones, minyak bumi, dan minyak ikan. Emulsi
terbentuk karena pengaruh suatu pengemulsi (emulgator). Contohnya adalah sabun
yang dapat mengemulsikan minyak ke dalam air. Jika campuran minyak dengan air
dikocok, maka akan diperoleh suatu campuran yang segera memisah jika didiamkan.
Akan tetapi, jika sebelum dikocok ditambahkan sabun atau detergen, maka
diperoleh campuran yang stabil yang kita sebut emulsi. Contoh lainnya adalah
kasein dalam susu dan kuning telur dalam mayones.
d.
Buih
Sistem koloid dari gas yang terdispersi
dalam zat cair disebut buih. Seperti
halnya
dengan emulsi, untuk menstabilkan buih diperlukan zat pembuih, misalnya sabun, deterjen, dan
protein. Buih dapat dibuat dengan mengalirkan suatu
gas ke dalam zat cair yang mengandung
pembuih. Buih digunakan pada berbagai
proses, misalnya buih sabun pada pengolahan
bijih
logam, pada alat pemadam kebakaran, dan lain-lain. Adakalanya buih tidak dikehendaki. Zat-zat yang
dapat memecah atau mencegah buih,
antara
lain eter, isoamil alkohol, dan lain-lain.
e.
Gel
Koloid yang setengah kaku (antara padat
dan cair) disebut gel. Contoh:
agar-agar, lem kanji, selai, gelatin,
gel sabun, dan gel silika. Gel dapat terbentuk dari
suatu sol yang zat terdispersinya mengadsorpsi medium
dispersinya, sehingga terjadi koloid yang
agak
padat.
D.
Sifat-sifat Sistem Koloid
a)
Efek Tyndall
Bagaimanakah cara mengenali sistem
koloid? Salah satu cara yang sangat
sederhana
adalah dengan menjatuhkan seberkas cahaya (transparan), sedangkan koloid menghamburkannya. Oleh
karena itu, berkas cahaya yang melalui koloid dapat
diamati dari arah samping, walaupun partikel koloidnya sendiri tidak tampak. Jika partikel
terdispersinya juga kelihatan, maka sistem itu bukan koloid melainkan suspensi.
Dalam kehidupan
sehari-hari, kita sering mengamati
efek Tyndall ini, antara lain:
1. Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut.
2. Sorot lampu
proyektor dalam gedung bioskop
yang berasap atau berdebu.
3. Berkas sinar
matahari melalui celah daun
pohon-pohon pada pagi hari yang berkabut.
b)
Gerak Brown
Telah disebutkan bahwa
partikel koloid dapat menghamburkan cahaya. Jika diamati dengan mikroskop ultra, di mana arah cahaya tegak
lurus dengan sumbu mikroskop, akan terlihat partikel koloid senantiasa bergerak
terusmenerus dengan gerak patah-patah (gerak zig-zag). Gerak zig-zag partikel koloid ini
disebut gerak Brown, sesuai dengan nama penemunya, seorang ahli biologi Robert
Brown berkebangsaan Inggris. Dalam suspensi tidak terjadi gerak Brown karena ukuran partikel
cukup besar,
sehingga tumbukan yang dialaminya setimbang. Partikel zat terlarut juga
mengalami gerak Brown, tetapi tidak dapat diamati. Makin tinggi suhu makin cepat
gerak Brown karena energi kinetik molekul medium meningkat, sehingga
menghasilkan tumbukan yang lebih kuat. Gerak Brown merupakan salah satu faktor yang menstabilkan koloid.
Oleh karena
bergerak terus-menerus, maka partikel koloid dapat mengimbangi gaya gravitasi,
sehingga tidak mengalami sedimentasi.
c)
Muatan Koloid
1.
Elektroforesis
Elektroforesis adalah
pergerakan partikel koloid dalam medan listrik. Apabila
ke dalam sistem koloid dimasukkan dua batang elektrode, kemudian dihubungkan dengan sumber arus
searah, maka partikel koloid akan bergerak
ke
salah satu elektrode bergantung pada jenis muatannya. Koloid bermuatan negatif akan bergerak ke anode
(elektrode positif), sedangkan koloid yang
bermuatan
positif bergerak ke katode (elektrode negatif). Dengan demikian, elektroforesis dapat digunakan
untuk menentukan jenis muatan koloid.
2.
Adsorpsi
Bagaimanakah partikel koloid
mendapatkan muatan listrik? Partikel koloid memiliki kemampuan menyerap ion atau muatan listrik pada permukaannya.
Oleh karena itu, partikel koloid menjadi bermuatan listrik. Penyerapan
pada permukaan ini disebut adsorpsi (jika penyerapan sampai ke bawah
permukaan disebut absorpsi). Sebagai contoh, penyerapan air oleh kapur
tulis). Sol Fe(OH)3 dalam air mengadsorpsi ion positif sehingga bermuatan
positif, sedangkan sol As2S3 mengadsorpsi ion negatif sehingga bermuatan
negatif Muatan
koloid juga merupakan faktor yang menstabilkan koloid, di samping
gerak Brown. Oleh karena bermuatan sejenis maka partikel-partikel koloid
saling tolak-menolak, sehingga terhindar dari pengelompokan antarsesama partikel
koloid itu (jika partikel koloid itu saling bertumbukan dan kemudian
bersatu, maka lama kelamaan dapat terbentuk partikel yang cukup besar dan
akhirnya mengendap). Sifat adsorpsi koloid ini telah dipergunakan dalam bidang lain,
misalnya pada proses
pemurnian gula tebu, pembuatan obat norit, dan proses penjernihan air minum.
3.
Koagulasi
Apabila muatan suatu koloid dilucuti,
maka kestabilan koloid tersebut akan
berkurang dan dapat menyebabkan koagulasi atau penggumpalan. Pelucutan muatan koloid dapat terjadi
pada sel elektroforesis atau jika
elektrolit
ditambahkan ke dalam sistem koloid.
Koagulasi koloid karena penambahan
elektrolit terjadi sebagai berikut.
Koloid
yang bermuatan negatif akan menarik ion positif (kation), sedangkan koloid yang bermuatan positif akan
menarik ion negatif (anion). Ion-ion
tersebut
akan membentuk selubung lapisan kedua. Apabila selubung lapisan kedua itu terlalu dekat, maka
selubung itu akan menetralkan muatan koloid
sehingga
terjadi koagulasi. Makin besar muatan ion makin kuat daya tarikmenariknya dengan partikel koloid, sehingga
makin cepat terjadi koagulasi.
Beberapa contoh koagulasi dalam
kehidupan sehari-hari dan industri
sebagai berikut:
a.
Pembentukan delta di muara sungai
terjadi karena koloid tanah liat (lempung)
dalam air sungai
mengalami koagulasi ketika bercampur
dengan
elektrolit dalam air laut.
b.
Karet dalam lateks digumpalkan dengan
menambahkan asam
format.
c.
Lumpur koloidal dalam sungai dapat
digumpalkan dengan
menambahkan tawas. Sol tanah liat
dalam
air sungai biasanya bermuatan negatif,
sehingga
akan digumpalkan oleh ion Al3+ dari tawas
(aluminium sulfat).
d.
Asap atau debu dari pabrik dan industri
dapat digumpalkan dengan alat koagulasi
listrik dari Cottrel. Asap dari pabrik sebelum
meninggalkan cerobong asap dialirkan melalui
ujung-ujung
logam yang tajam dan bermuatan pada tegangan tinggi (20.000 sampai 75.000 volt). Ujung-ujung
yang runcing akan mengionkan molekulmolekul
dalam
udara. Ion-ion tersebut akan diadsorpsi oleh partikel asap dan menjadi bermuatan. Selanjutnya,
partikel bermuatan itu akan tertarik
dan
diikat pada elektrode yang lainnya. Pengendap Cottrel ini banyak digunakan dalam industri untuk dua tujuan,
yaitu mencegah polusi udara oleh
buangan
beracun dan memperoleh kembali debu yang berharga (misalnya debu logam).
4.
Pengolahan Air Bersih
Pengolahan air bersih didasarkan pada
sifat-sifat koloid, yaitu koagulasi
dan
adsorpsi. Air sungai atau air sumur yang keruh mengandung lumpur koloidal dan barang kali juga
zat-zat warna, zat pencemar, seperti limbah
detergen,
dan pestisida. Bahan-bahan yang diperlukan untuk pengolahan air adalah tawas (aluminium
sulfat), pasir, klorin atau kaporit, kapur tohor, dan
karbon aktif.
Tawas berguna untuk menggumpalkan lumpur
koloidal sehingga lebih mudah disaring.
Tawas juga membentuk koloid Al(OH)3 yang
dapat
mengadsorpsi zat-zat warna atau zat-zat pencemar, seperti detergen dan pestisida. Apabila tingkat
kekeruhan air yang diolah terlalu tinggi, maka digunakan
karbon aktif di samping tawas. Pasir berfungsi sebagai penyaring.Klorin atau
kaporit berfungsi sebagai pembasmi hama (sebagai disinfektan), sedangkan kapur tohor berguna untuk
menaikkan pH, yaitu untuk menetralkan
keasaman
yang terjadi karena penggunaan tawas.
Pengolahan air bersih di kota-kota besar
pada prinsipnya sama dengan pengolahan
air sederhana yang dijelaskan di atas. Mula-mula air sungai dipompakan ke dalam bak
prasedimentasi. Di sini lumpur dibiarkan
mengendap
karena pengaruh gravitasi. Lumpur dibuang dengan pompa, sedangkan air selanjutnya dialirkan
ke dalam bak ventury. Pada tahap ini
dicampurkan
tawas dan gas klorin (preklorinasi). Pada air baku yang kekeruhan dan pencemarannya tinggi,
perlu dibubuhkan karbon aktif yang
berguna
untuk menghilangkan bau, warna, rasa, dan
zat organik yang terkandung
dalam air baku. Dari bak ventury, air baku yang telah dicampur dengan bahan-bahan kimia dialirkan
ke dalam accelator. Di dalam bak
accelator
ini
terjadi proses koagulasi, lumpur dan kotoran lain menggumpal membentuk flok-flok yang
akan mengalami sedimentasi secara gravitasi.
Selanjutnya, air yang sudah setengah
bersih dialirkan ke dalam bak saringan
pasir.
Pada saringan ini, sisa-sisa flok akan tertahan. Dari bak pasir diperoleh air yang sudah hampir bersih. Air
yang sudah cukup bersih ini ditampung
dalam
bak lain yang disebut siphon, di mana ditambahkan kapur untuk menaikkan pH dan gas klorin
(postklorinasi) untuk mematikan hama. Dari
bak
siphon, air yang sudah memenuhi standar air bersih selanjutnya dialirkan ke dalam reservoar, kemudian ke
konsumen.
d)
Koloid Pelindung
Pada beberapa proses, suatu koloid harus
dipecahkan. Misalnya, koagulasi lateks.
Di lain pihak, koloid perlu dijaga supaya tidak rusak. Suatu koloid dapat distabilkan dengan
menambahkan koloid lain yang disebut koloid pelindung.
Koloid pelindung ini akan membungkus partikel zat terdispersi, sehingga tidak dapat lagi
mengelompok.
Contoh:
1.
Pada pembuatan es krim digunakan gelatin untuk mencegah pembentukan kristal besar es atau gula.
2.
Cat dan tinta dapat bertahan lama karena menggunakan suatu koloid pelindung.
3.
Zat-zat pengemulsi, seperti sabun dan detergen, juga tergolong koloid pelindung.
e)
Dialisis
Pada pembuatan suatu koloid,
sering kali terdapat ion-ion yang dapat mengganggu kestabilan koloid tersebut. Ion-ion pengganggu ini
dapat dihilangkan
dengan suatu proses yang disebut dialisis. Dalam proses ini, sistem koloid
dimasukkan ke dalam suatu kantong koloid, lalu kantong koloid itu dimasukkan
ke dalam bejana yang berisi air mengalir. Kantong koloid terbuat dari
selaput semipermiabel, yaitu selaput yang dapat melewatkan
partikelpartikel kecil, seperti ion-ion atau molekul sederhana, tetapi menahan
koloid. Dengan
demikian, ion-ion keluar dari kantong dan hanyut bersama air.
E.
Koloid Liofil dan Koloid Liofob
Koloid
yang memiliki medium dispersi cair dibedakan atas koloid liofil dan koloid
liofob. Suatu koloid disebut koloid liofil apabila
terdapat gaya tarik-menarik
yang cukup besar antara zat terdispersi dengan mediumnya. Liofil
berarti suka cairan (Yunani: lio = cairan, philia = suka).
Sebaliknya, suatu koloid disebut koloid liofob jika gaya tarik-menarik tidak
suka cairan (Yunani: lio = cairan, phobia = takut atau benci).
Jika medium dispersi yang dipakai adalah air, maka kedua jenis koloid di atas
masing-masing disebut koloid hidrofil dan koloid hidrofob.
Contoh:
a.
Koloid hidrofil: sabun,
detergen, agar-agar, kanji, dan gelatin.
b.
Koloid hidrofob: sol
belerang, sol Fe(OH)3, sol-sol sulfida, dan sol-sol logam.
Koloid liofil/hidrofil lebih mantap dan lebih kental daripada
koloid liofob/ hidrofob. Butir-butir koloid liofil/hidrofil membungkus diri
dengan cairan/air mediumnya. Hal ini disebut solvatasi/hidratasi.
Dengan cara itu butir-butir koloid tersebut terhindar dari agregasi (pengelompokan). Hal demikian
tidak terjadi pada koloid liofob/hidrofob. Koloid liofob/hidrofob mendapat kestabilan
karena mengadsorpsi ion atau muatan listrik. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa muatan
koloid menstabilkan
sistem koloid. Sol hidrofil tidak akan menggumpal pada penambahan sedikit
elektrolit. Zat terdispersi dari sol hidrofil dapat dipisahkan dengan pengendapan
atau penguapan. Apabila zat padat tersebut dicampurkan kembali dengan air, maka
dapat membentuk kembali sol hidrofil. Dengan perkataan lain, sol hidrofil bersifat
reversibel. Sebaliknya, sol hidrofob dapat mengalami koagulasi pada penambahan
sedikit elektrolit.
Sekali zat terdispersi telah dipisahkan, tidak akan membentuk sol lagi jika
dicampur kembali dengan air. Perbedaan sol hidrofil dengan sol hidrofob disimpulkan
sebagai berikut
pada table di bawah ini :
F.
Pembuatan Sistem Koloid
Sistem
koloid dapat dibuat dengan pengelompokan (agregasi) partikel larutan
sejati
atau menghaluskan bahan dalam bentuk kasar, kemudian diaduk dengan
medium
pendispersi. Cara yang pertama disebut cara kondensasi, sedangkan yang
kedua
disebut cara dispersi.
1.
Cara Kondensasi
Dengan cara kondensasi,
partikel larutan sejati (molekul atau ion) bergabung
menjadi partikel koloid.
Cara ini dapat dilakukan dengan reaksi-reaksi
kimia, seperti reaksi
redoks, hidrolisis, dan dekomposisi rangkap, atau dengan
pergantian pelarut.
a.
Reaksi Redoks
Reaksi redoks adalah reaksi yang disertai perubahan bilangan oksidasi.
Contoh 1:
Pembuatan sol belerang dari
reaksi antara hidrogen sulfida (H2S) dengan
belerang dioksida (SO2),
yaitu dengan mengalirkan gas H2S ke dalam
larutan SO2.
2 H2S(g) +
SO2(aq) → 2 H2O(l) + 3 S (koloid)
Contoh 2:
Pembuatan sol emas dari
reaksi antara larutan HAuCl4 dengan larutan
K2CO3
dan HCHO (formaldehida).
2 HAuCl4(aq) + 6 K2CO3(aq)
+ 3 HCHO(aq)
→ 2 Au (koloid) + 5
CO2(g)
+ 8 KCl(aq) + KHCO3(aq)
+ 2 H2O(l)
b.
Hidrolisis
Hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air.
Contoh:
Pembuatan sol Fe(OH)3 dari
hidrolisis FeCl3. Apabila ke dalam air
mendidih ditambahkan larutan
FeCl3, maka akan terbentuk sol Fe(OH)3.
FeCl3(aq) +
3 H2O(l) → Fe(OH)3
(koloid) + 3 HCl(aq)
c.
Dekomposisi Rangkap
Contoh 1:
Sol As2S3
dapat dibuat dari reaksi antara larutan H3AsO3 dengan
larutan
H2S.
2 H3AsO3(aq)
+ 3 H2S(aq) → As2S3(koloid)
+ 6 H2O(l)
Contoh 2:
Sol AgCl dapat dibuat dengan
mencampurkan larutan perak nitrat encer
dengan larutan HCl encer.
AgNO3(aq) +
HCl(aq) → AgCl(koloid)
+ HNO3(aq)
d.
Penggantian Pelarut
Selain dengan cara-cara
kimia seperti di atas, koloid juga dapat terjadi
dengan penggantian pelarut.
Contoh:
Apabila larutan jenuh kalsium asetat
dicampur dengan alkohol, maka
akan terbentuk suatu koloid berupa gel.
2.
Cara Dispersi
Dengan cara dispersi,
partikel kasar dipecah menjadi partikel koloid. Cara
dispersi dapat dilakukan
secara mekanik, peptisasi, atau dengan loncatan bunga
listrik (cara busur Bredig).
a.
Cara Mekanik
Menurut cara ini,
butir-butir kasar digerus dengan lumping atau penggiling
koloid sampai diperoleh
tingkat kehalusan tertentu, kemudian diaduk
dengan medium dispersi.
Contoh:
Sol belerang dapat dibuat
dengan menggerus serbuk belerang bersamasama
dengan suatu zat inert
(seperti gula pasir), kemudian mencampur serbuk halus itu dengan air.
b.
Cara Peptisasi
Peptisasi adalah cara pembuatan koloid dari butir-butir kasar atau dari
suatu endapan dengan bantuan
suatu zat pemeptisasi (pemecah). Zat
pemeptisasi memecahkan
butir-butir kasar menjadi butir-butir koloid. Istilah
peptisasi dikaitkan dengan peptonisasi,
yaitu proses pemecahan protein
(polipeptida) yang
dikatalisis oleh enzim pepsin.
Contoh:
Agar-agar dipeptisasi oleh
air, nitroselulosa oleh aseton, karet oleh
bensin, dan lain-lain.
Endapan NiS dipeptisasi oleh H2S dan endapan
Al(OH)3 oleh AlCl3.
c.
Cara Busur Bredig
Cara busur Bredig digunakan
untuk membuat sol-sol logam. Logam
yang akan dijadikan koloid
digunakan sebagai elektrode yang dicelupkan
dalam medium dispersi,
kemudian diberi loncatan listrik di antara kedua
ujungnya. Mula-mula
atom-atom logam akan terlempar ke dalam air, lalu
atom-atom tersebut mengalami
kondensasi, sehingga membentuk partikel
koloid. Jadi, cara busur ini
merupakan gabungan cara dispersi dan cara kondensasi.
3.
Koloid Asosiasi
Berbagai jenis zat, seperti
sabun dan detergen, larut dalam air tetapi tidak
membentuk larutan, melainkan
koloid. Molekul sabun atau detergen terdiri
atas bagian yang polar
(disebut kepala) dan bagian yang nonpolar (disebut
ekor).
Gambar Molekul sabun
Kepala sabun adalah gugus
yang hidrofil (tertarik ke air), sedangkan gugus
hidrokarbon bersifat
hidrofob (takut air). Jika sabun dilarutkan dalam air, maka
molekul-molekul sabun akan
mengadakan asosiasi karena gugus nonpolarnya
(ekor) saling tarik-menarik,
sehingga terbentuk partikel koloid (lihat gambar).
Daya pengemulsi dari sabun
dan detergen juga disebabkan oleh aksi yang
sama. Gugus nonpolar dari
sabun akan menarik partikel kotoran (lemak) dari
bahan cucian, kemudian
mendispersikannya ke dalam air. Sebagian bahan
pencuci, sabun, dan detergen
bukan saja berfungsi sebagai pengemulsi, tetapi
juga sebagai pembasah atau
penurun tegangan permukaan. Air yang mengandung sabun atau detergen
mempunyai tegangan permukaan yang lebih rendah, sehingga lebih mudah meresap pada bahan cucian.
5.
RANGKUMAN
1.
Koloid adalah campuran dengan ukuran
partikel berkisar antara 1 nm – 100 nm. Jadi, koloid
tergolong campuran heterogen dan merupakan sistem dua fasa, yaitu fasa pendispersi (pelarut) dan fasa
terdispersi (terlarut).
2.
Sistem koloid dapat dikelompokkan
menjadi delapan kelompok berdasarkan pada
jenis
fasa terdispersi dan fasa pendispersinya, yaitu aerosol, sol, sol padat,
aerosol, emulsi, emulsi padat, buih, dan
buih padat.
3.
Macam-macam sifat koloid adalah efek
Tyndall, gerak Brown, muatan koloid, koloid
pelindung,
dan dialisis.
4.
Efek Tyndall adalah penghamburan berkas cahaya
oleh partikel-partikel koloid.
5.
Gerak Brown adalah gerak partikel koloid
yang terus-menerus dengan gerakan patahpatah
(gerak
zig-zag).
6.
Koloid pelindung terjadi apabila ada
penambahan koloid lain untuk menstabilkan
suatu
koloid.
7.
Koloid liofil terjadi apabila terdapat gaya
tarik-menarik yang cukup besar antara zat
terdispersi
dengan mediumnya.
8.
Koloid liofob terjadi apabila gaya
tarik-menarik antara zat terdispersi dengan mediumnya cukup lemah.
9.
Pembuatan koloid dengan cara kondensasi,
yaitu partikel larutan sejati (molekul atau
ion)
bergabung menjadi partikel koloid.
10.
Pembuatan koloid dengan cara dispersi,
yaitu partikel kasar dipecah menjadi partikel koloid.
6. EVALUASI
1.
Jelaskan yang dimaksud dengan
macam-macam koloid berikut serta berikan
masing-masing
contoh dari:
a. aerosol d.
sol
b. emulsi e.
gel
c. buih
2.
Jelaskan yang dimaksud dengan efek
Tyndall dan sebutkan contoh efek Tyndall
dalam
kehidupan sehari-hari!
3.
Sebutkan manfaat koloid adsorpsi dalam
kehidupan sehari-hari!
4.
8.
Sebutkan sifat koloid yang dimanfaatkan dalam penjernihan air!
5.
Apakah yang dimaksud dengan dialisis?
6.
Sebutkan manfaat dialisis!
7.
Jelaskan perbedaan koloid liofil dengan
koloid liofob!
8.
Jelaskan cara kerja sabun!
9.
Bagaimana prinsip kerja pembuatan koloid
dengan cara:
a. kondensasi
b. dispersi
10.
Jelaskan pembuatan sol belerang dengan
cara kondensasi dan dispersi!
Anakku, ada beberapa yang belum cermat.
BalasHapusMisalnya:
Reaksi 2 (redoks), persamaannya salah (karena jumlah atom kanan-kiri tidak sama). Cek lagi.
Selamat memperbaiki.
Secara kerangka (konsepsi) tulisan anda baik.
Anakku ada beberapa yang kurang cermat.
BalasHapusMisalnya:
Reaksi 2 (redoks), persamaannya salah (lihat jumlah atom kiri-kanan ada yang tidak sama).
Selamat memperbaiki.
Secara kerangka (konsepsi), tulisan anda baik.