Selasa, 08 Januari 2013

Bahan Ajar koloid


SISTEM KOLOID

1.    Pendahuluan
Puding sudah dikenal sebagai makanan/minuman fungsional, disamping mengandung zat gizi yang bermutu juga dapat digunakan sebagai /makananminuman yang mempunyai khasiat yang menyehatkan. Untuk itu bahan dari agar-agar perlu diperhitungkan dalam menyusun pola menu sehari-hari. Pudding mempunyai kualitas gizi dan bentuk fisik yang hampir mirip dengan kue  ini, ternyata dapat dibuat dalam berbagai  aneka bentuk dan rasa .

Kami lebih memilih dan menggunakan susu kedelai sebagai bahan dasar pembuatan es krim  dibandingkan susu sapi karena meskipun kandungan susu sapi dan susu kedelai sama-sama memiliki nilai gizi yang tinggi tetapi letak perbedaan antara susu sapi dan susu kedelai adalah dari golongannya, susu sapi merupakan susu yang berasal dari protein hewani sedangkan susu kedelai merupakan susu yang berasal dari protein nabati yang lebih diperuntukkan 
untuk vegetarian.



Kreasi pembutan es krim ini merupakan salah satu bentuk untuk mengatasi rasa bosan untuk mengkonsumsi susu kedelai. Dengan dibuat kreasi demikian, anak-anak pun akan lebih tertarik untuk melahapnya. Cita rasanya juga dapat divariasi sedemikian rupa sehingga sepintas tidak jauh berbeda dengan es krim biasa.


2.    Standar Kompetensi :
Menjelaskan sistem dan sifat koloid serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari

Kompetensi dasar :
     Membuat berbagai sistem koloid dengan bahan-bahan yang ada di sekitarnya, mengelompokkan sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari

Indikator :
v  Produk
a.    Menjelaskan pembuatan sistem koloid secara  kondensasi, dispersi, dan peptisasi
b.    Menjelaskan  sifat-sifat kolid (efek Tyndall, gerak Brown, dialisis, elektroforesis, emulsi, koagulasi)
c.    Mendeskripsiskan peranan koloid pada berbagai industri kosmetik, makanan, dan farmasi
d.   Menyebutkan sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari

v  Proses:
a.    Melakukan percobaan mengenai pembuatan sistem koloid dengan menggunakan bahan-bahan dalam kehidupan sehari-hari secara kondensasi, dispersi, dan peptisasi
b.    Mengamati hasil percobaan pembuatan sistem koloid
c.    Menyimpulkan cara pembuatan sistem koloid secara  kondensasi, dispersi, dan peptisasi
d.   Mengklasifikasi  suspensi kasar, larutan sejati, dan koloid berdasarkan data hasil pengamatan (efek Tyndall, homogen/ heterogen, dan penyaringan)
e.    Membedakan  koloid liofob dan liofil
f.     Mengamati gambar tentang partikel pada larutan, koloid, dan suspensi
g.    Mengamati video tentang partikel pada larutan, koloid, dan suspense
h.    Menghubungkan partikel pada larutan, koloid, dan suspense dengan teori tumbukan




3.    Tujuan Pembelajaran
Adapun tujuan dari pembelajaran ini adalah :
v  Produk :
a.    Siswa dapat menjelaskan pembuatan sistem koloid secara kondensasi, disperse, dan peptisasi.
b.   Siswa dapat menjelaskan sifat-sifat koloid (efek Tyndall, gerak Brown, dialisis, elektroforesis, emulsi, koagulasi)
c.    Siswa dapat menyebutkan sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari

v  Proses:
a.    Disediakan alat dan bahan siswa melakukan percobaan mengenai pembuatan sistem koloid secara kondensasi, disperse, dan peptisasi.
b.    Diberikan data hasil percobaan siswa dapat mengamati hasil percobaan pembuatan sistem koloid
c.    Berdasarkan penyaringan dan sorotan senter siswa membuktikan bahwa hasil percobaan tersebut merupakan sistem koloid
d.   Dari percobaan yang dilakukan siswa dapat menyimpulkan cara pembuatan sistem koloid secara kondensasi, disperse, dan peptisasi.
e.    Disediakan alat dan bahan percobaan, siswa dapat melakukan percobaan mengenai (efek Tyndall, gerak Brown, dialisis, elektroforesis, emulsi, koagulasi)
f.     Dengan dilakukan percobaan, siswa dapat mengamati percobaan yang terjadi
g.    Berdasarkan poin a dan b, siswa dapat menyimpulkan sifat-sifat koloid (efek Tyndall, gerak Brown, dialisis, elektroforesis, emulsi, koagulasi)
h.    Disediakan gambar, siswa dapat mengamati partikel pada larutan, koloid, dan suspensi.
i.      Disediakan gambar dan video, siswa dapat menghubungkan penyebab gerak Brown dengan Teori Tumbukan.
j.      Berdasarkan poin d dan e siswa dapat menjelaskan sifat-sifat koloid (efek Tyndall, gerak Brown, dialisis, elektroforesis, emulsi, koagulasi)
k.    Diberikan LKS, siswa dapat mendiskusikan hasil pengamatan




4.    
Peta Konsep








SISTEM KOLOID

A.      PENGERTIAN SISTEM KOLOID

Apabila kita mencampurkan gula dengan air, ternyata gula larut dan kita memperoleh larutan gula. Di dalam larutan, zat terlarut tersebar dalam bentuk partikel yang sangat kecil, sehingga tidak dapat dibedakan lagi dari mediumnya walaupun menggunakan mikroskop ultra. Larutan bersifat kontinu dan merupakan sistem satu fasa (homogen). Ukuran partikel zat terlarut kurang dari 1 nm (1 nm =10–9 m). Larutan bersifat stabil (tidak memisah) dan tidak dapat disaring. Di lain pihak, jika kita mencampurkan tepung terigu dengan air, ternyata tepung terigu tidak larut. Walaupun campuran ini diaduk, lambat laun tepung terigu akan memisah (mengalami sedimentasi). Campuran seperti ini kita sebut suspensi. Suspensi bersifat heterogen dan tidak kontinu, sehingga merupakan sistem dua fasa. Ukuran partikel tersuspensi lebih besar dari 100 nm. Suspensi dapat dipisahkan dengan penyaringan..

Selanjutnya, jika kita mencampurkan susu (misalnya, susu instan) dengan air, ternyata susu “larut” tetapi “larutan” itu tidak bening melainkan keruh. Jika didiamkan, campuran itu tidak memisah dan juga tidak dapat disaring (hasil penyaringan tetap keruh). Secara makroskopis campuran ini tampak homogen. Akan tetapi, jika diamati dengan mikroskop ultra, ternyata masih dapat dibedakan partikel-partikel susu yang tersebar di dalam air. Campuran seperti inilah yang disebut koloid. Ukuran partikel koloid berkisar antara 1 nm – 100 nm. Jadi, koloid tergolong campuran heterogen dan merupakan sistem dua fasa.






B.       KOMPONEN PENYUSUN KOLOID

Sistem koloid tersusun atas dua komponen, yaitu fasa terdispersi dan medium dispersi atau fasa pendispersi. Fasa terdispersi bersifat diskontinu (terputus-putus), sedangkan medium dispersi bersifat kontinu. Pada campuran susu dengan air yang disebut di atas, fasa terdispersi adalah susu, sedangkan medium dispersi adalah air. Perbandingan sifat antara larutan, koloid, dan suspensi disimpulkan dalam Tabel  berikut ini:



C.      JENIS-JENIS KOLOID

Sistem koloid terdiri atas dua fasa, yaitu fasa terdispersi dan fasa pendispersi (medium dispersi). Sistem koloid dapat dikelompokkan berdasarkan jenis fasa terdispersi dan fasa pendispersinya.

Koloid yang mengandung fasa terdispersi padat disebut sol. Jadi, ada tiga jenis sol, yaitu sol padat (padat dalam padat), sol cair (padat dalam cair), dan sol gas (padat dalam gas). Istilah sol biasa digunakan untuk menyatakan sol cair, sedangkan sol gas lebih dikenal sebagai aerosol (aerosol padat). Koloid yang mengandung fasa terdispersi cair disebut emulsi. Emulsi juga ada tiga jenis, yaitu emulsi padat (cair dalam padat), emulsi cair (cair dalam cair), dan emulsi gas (cair dalam gas). Istilah emulsi biasa digunakan untuk menyatakan emulsi cair, sedangkan emulsi gas juga dikenal dengan nama aerosol (aerosol cair). Koloid yang mengandung fasa terdispersi gas disebut buih. Hanya ada dua jenis buih, yaitu buih padat dan buih cair. Mengapa tidak ada buih gas? Istilah buih biasa digunakan untuk menyatakan buih cair.



Dengan demikian ada 8 jenis koloid, seperti yang tercantum pada tabel berikut ini:
a.    Aerosol
Sistem koloid dari partikel padat atau cair yang  terdispersi dalam gas disebut aerosol. Jika zat yang terdispersi berupa zat padat, disebut aerosol padat; jika zat yang terdispersi berupa zat cair, disebut aerosol cair. Contoh aerosol padat: asap dan debu dalam udara. Contoh aerosol cair: kabut dan awan.Dewasa ini banyak produk dibuat dalam bentukaerosol, seperti semprot rambut (hair spray), semprot obat nyamuk, parfum, cat semprot, dan lain-lain. Untuk menghasilkan aerosol diperlukan suatu bahan pendorong (propelan aerosol). Contoh bahan pendorong yang banyak digunakan adalah senyawa klorofluorokarbon (CFC) dan karbon dioksida.


b.   Sol
Sistem koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair disebut sol. Koloid jenis sol banyak kita temukan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam industri.Contoh sol: air sungai (sol dari lempung dalam air), sol sabun, sol detergen, sol kanji, tinta tulis, dan cat.

c.    Emulsi
Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair lain disebut emulsi. Syarat terjadinya emulsi ini adalah dua jenis zat cair itu tidak saling melarutkan. Emulsi dapat digolongkan ke dalam dua bagian, yaitu emulsi minyak dalam air (M/A) dan emulsi air dalam minyak (A/M). Dalam hal ini, minyak diartikan sebagai semua zat cair yang tidak bercampur dengan air.

Contoh emulsi minyak dalam air (M/A): santan, susu, kosmetik pembersih wajah (milk cleanser) dan lateks. Contoh emulsi air dalam minyak (A/M): mentega, mayones, minyak bumi, dan minyak ikan. Emulsi terbentuk karena pengaruh suatu pengemulsi (emulgator). Contohnya adalah sabun yang dapat mengemulsikan minyak ke dalam air. Jika campuran minyak dengan air dikocok, maka akan diperoleh suatu campuran yang segera memisah jika didiamkan. Akan tetapi, jika sebelum dikocok ditambahkan sabun atau detergen, maka diperoleh campuran yang stabil yang kita sebut emulsi. Contoh lainnya adalah kasein dalam susu dan kuning telur dalam mayones.

d.   Buih
Sistem koloid dari gas yang terdispersi dalam zat cair disebut buih. Seperti halnya dengan emulsi, untuk menstabilkan buih diperlukan zat pembuih, misalnya sabun, deterjen, dan protein. Buih dapat dibuat dengan mengalirkan suatu gas ke dalam zat cair yang mengandung pembuih. Buih digunakan pada berbagai proses, misalnya buih sabun pada pengolahan bijih logam, pada alat pemadam kebakaran, dan lain-lain. Adakalanya buih tidak dikehendaki. Zat-zat yang dapat memecah atau mencegah buih, antara lain eter, isoamil alkohol, dan lain-lain.

e.    Gel
Koloid yang setengah kaku (antara padat dan cair) disebut gel. Contoh: agar-agar, lem kanji, selai, gelatin, gel sabun, dan gel silika. Gel dapat terbentuk dari suatu sol yang zat terdispersinya mengadsorpsi medium dispersinya, sehingga terjadi koloid yang agak padat.


D.  Sifat-sifat Sistem Koloid

a)        Efek Tyndall
Bagaimanakah cara mengenali sistem koloid? Salah satu cara yang sangat sederhana adalah dengan menjatuhkan seberkas cahaya (transparan), sedangkan koloid menghamburkannya. Oleh karena itu, berkas cahaya yang melalui koloid dapat diamati dari arah samping, walaupun partikel koloidnya sendiri tidak tampak. Jika partikel terdispersinya juga kelihatan, maka sistem itu bukan koloid melainkan suspensi.

 Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mengamati efek Tyndall ini, antara lain:
1. Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut.
2. Sorot lampu proyektor dalam gedung bioskop yang berasap atau berdebu.
3. Berkas sinar matahari melalui celah daun pohon-pohon pada pagi hari yang berkabut.

b)        Gerak Brown
Telah disebutkan bahwa partikel koloid dapat menghamburkan cahaya. Jika diamati dengan mikroskop ultra, di mana arah cahaya tegak lurus dengan sumbu mikroskop, akan terlihat partikel koloid senantiasa bergerak terusmenerus dengan gerak patah-patah (gerak zig-zag). Gerak zig-zag partikel koloid ini disebut gerak Brown, sesuai dengan nama penemunya, seorang ahli biologi Robert Brown berkebangsaan Inggris. Dalam suspensi tidak terjadi gerak Brown karena ukuran partikel cukup besar, sehingga tumbukan yang dialaminya setimbang. Partikel zat terlarut juga mengalami gerak Brown, tetapi tidak dapat diamati. Makin tinggi suhu makin cepat gerak Brown karena energi kinetik molekul medium meningkat, sehingga menghasilkan tumbukan yang lebih kuat. Gerak Brown merupakan salah satu faktor yang menstabilkan koloid. Oleh karena bergerak terus-menerus, maka partikel koloid dapat mengimbangi gaya gravitasi, sehingga tidak mengalami sedimentasi.


c)         Muatan Koloid
1.      Elektroforesis
Elektroforesis adalah pergerakan partikel koloid dalam medan listrik. Apabila ke dalam sistem koloid dimasukkan dua batang elektrode, kemudian dihubungkan dengan sumber arus searah, maka partikel koloid akan bergerak ke salah satu elektrode bergantung pada jenis muatannya. Koloid bermuatan negatif akan bergerak ke anode (elektrode positif), sedangkan koloid yang bermuatan positif bergerak ke katode (elektrode negatif). Dengan demikian, elektroforesis dapat digunakan untuk menentukan jenis muatan koloid.

2.      Adsorpsi
Bagaimanakah partikel koloid mendapatkan muatan listrik? Partikel koloid memiliki kemampuan menyerap ion atau muatan listrik pada permukaannya. Oleh karena itu, partikel koloid menjadi bermuatan listrik. Penyerapan pada permukaan ini disebut adsorpsi (jika penyerapan sampai ke bawah permukaan disebut absorpsi). Sebagai contoh, penyerapan air oleh kapur tulis). Sol Fe(OH)3 dalam air mengadsorpsi ion positif sehingga bermuatan positif, sedangkan sol As2S3 mengadsorpsi ion negatif sehingga bermuatan negatif Muatan koloid juga merupakan faktor yang menstabilkan koloid, di samping gerak Brown. Oleh karena bermuatan sejenis maka partikel-partikel koloid saling tolak-menolak, sehingga terhindar dari pengelompokan antarsesama partikel koloid itu (jika partikel koloid itu saling bertumbukan dan kemudian bersatu, maka lama kelamaan dapat terbentuk partikel yang cukup besar dan akhirnya mengendap). Sifat adsorpsi koloid ini telah dipergunakan dalam bidang lain, misalnya pada proses pemurnian gula tebu, pembuatan obat norit, dan proses penjernihan air minum.

3.      Koagulasi
Apabila muatan suatu koloid dilucuti, maka kestabilan koloid tersebut akan berkurang dan dapat menyebabkan koagulasi atau penggumpalan. Pelucutan muatan koloid dapat terjadi pada sel elektroforesis atau jika elektrolit ditambahkan ke dalam sistem koloid.

Koagulasi koloid karena penambahan elektrolit terjadi sebagai berikut. Koloid yang bermuatan negatif akan menarik ion positif (kation), sedangkan koloid yang bermuatan positif akan menarik ion negatif (anion). Ion-ion tersebut akan membentuk selubung lapisan kedua. Apabila selubung lapisan kedua itu terlalu dekat, maka selubung itu akan menetralkan muatan koloid sehingga terjadi koagulasi. Makin besar muatan ion makin kuat daya tarikmenariknya dengan partikel koloid, sehingga makin cepat terjadi koagulasi.

Beberapa contoh koagulasi dalam kehidupan sehari-hari dan industri
sebagai berikut:
a.    Pembentukan delta di muara sungai terjadi karena koloid tanah liat (lempung) dalam air sungai mengalami koagulasi ketika bercampur dengan elektrolit dalam air laut.
b.    Karet dalam lateks digumpalkan dengan menambahkan asam format.
c.    Lumpur koloidal dalam sungai dapat digumpalkan dengan menambahkan tawas. Sol tanah liat dalam air sungai biasanya bermuatan negatif, sehingga akan digumpalkan oleh ion Al3+ dari tawas (aluminium sulfat).
d.   Asap atau debu dari pabrik dan industri dapat digumpalkan dengan alat koagulasi listrik dari Cottrel. Asap dari pabrik sebelum meninggalkan cerobong asap dialirkan melalui ujung-ujung logam yang tajam dan bermuatan pada tegangan tinggi (20.000 sampai 75.000 volt). Ujung-ujung yang runcing akan mengionkan molekulmolekul dalam udara. Ion-ion tersebut akan diadsorpsi oleh partikel asap dan menjadi bermuatan. Selanjutnya, partikel bermuatan itu akan tertarik dan diikat pada elektrode yang lainnya. Pengendap Cottrel ini banyak digunakan dalam industri untuk dua tujuan, yaitu mencegah polusi udara oleh buangan beracun dan memperoleh kembali debu yang berharga (misalnya debu logam).

4.      Pengolahan Air Bersih
Pengolahan air bersih didasarkan pada sifat-sifat koloid, yaitu koagulasi dan adsorpsi. Air sungai atau air sumur yang keruh mengandung lumpur koloidal dan barang kali juga zat-zat warna, zat pencemar, seperti limbah detergen, dan pestisida. Bahan-bahan yang diperlukan untuk pengolahan air adalah tawas (aluminium sulfat), pasir, klorin atau kaporit, kapur tohor, dan karbon aktif.

Tawas berguna untuk menggumpalkan lumpur koloidal sehingga lebih mudah disaring. Tawas juga membentuk koloid Al(OH)3 yang dapat mengadsorpsi zat-zat warna atau zat-zat pencemar, seperti detergen dan pestisida. Apabila tingkat kekeruhan air yang diolah terlalu tinggi, maka digunakan karbon aktif di samping tawas. Pasir berfungsi sebagai penyaring.Klorin atau kaporit berfungsi sebagai pembasmi hama (sebagai disinfektan), sedangkan kapur tohor berguna untuk menaikkan pH, yaitu untuk menetralkan keasaman yang terjadi karena penggunaan tawas.

Pengolahan air bersih di kota-kota besar pada prinsipnya sama dengan pengolahan air sederhana yang dijelaskan di atas. Mula-mula air sungai dipompakan ke dalam bak prasedimentasi. Di sini lumpur dibiarkan mengendap karena pengaruh gravitasi. Lumpur dibuang dengan pompa, sedangkan air selanjutnya dialirkan ke dalam bak ventury. Pada tahap ini dicampurkan tawas dan gas klorin (preklorinasi). Pada air baku yang kekeruhan dan pencemarannya tinggi, perlu dibubuhkan karbon aktif yang berguna untuk menghilangkan bau, warna, rasa, dan zat organik yang terkandung dalam air baku. Dari bak ventury, air baku yang telah dicampur dengan bahan-bahan kimia dialirkan ke dalam accelator. Di dalam bak accelator ini terjadi proses koagulasi, lumpur dan kotoran lain menggumpal membentuk flok-flok yang akan mengalami sedimentasi secara gravitasi.

Selanjutnya, air yang sudah setengah bersih dialirkan ke dalam bak saringan pasir. Pada saringan ini, sisa-sisa flok akan tertahan. Dari bak pasir diperoleh air yang sudah hampir bersih. Air yang sudah cukup bersih ini ditampung dalam bak lain yang disebut siphon, di mana ditambahkan kapur untuk menaikkan pH dan gas klorin (postklorinasi) untuk mematikan hama. Dari bak siphon, air yang sudah memenuhi standar air bersih selanjutnya dialirkan ke dalam reservoar, kemudian ke konsumen.

d)     Koloid Pelindung
Pada beberapa proses, suatu koloid harus dipecahkan. Misalnya, koagulasi lateks. Di lain pihak, koloid perlu dijaga supaya tidak rusak. Suatu koloid dapat distabilkan dengan menambahkan koloid lain yang disebut koloid pelindung. Koloid pelindung ini akan membungkus partikel zat terdispersi, sehingga tidak dapat lagi mengelompok.
Contoh:
1.         Pada pembuatan es krim digunakan gelatin untuk mencegah pembentukan kristal besar es atau gula.
2.         Cat dan tinta dapat bertahan lama karena menggunakan suatu koloid pelindung.
3.         Zat-zat pengemulsi, seperti sabun dan detergen, juga tergolong koloid pelindung.

e)      Dialisis
Pada pembuatan suatu koloid, sering kali terdapat ion-ion yang dapat mengganggu kestabilan koloid tersebut. Ion-ion pengganggu ini dapat dihilangkan dengan suatu proses yang disebut dialisis. Dalam proses ini, sistem koloid dimasukkan ke dalam suatu kantong koloid, lalu kantong koloid itu dimasukkan ke dalam bejana yang berisi air mengalir. Kantong koloid terbuat dari selaput semipermiabel, yaitu selaput yang dapat melewatkan partikelpartikel kecil, seperti ion-ion atau molekul sederhana, tetapi menahan koloid. Dengan demikian, ion-ion keluar dari kantong dan hanyut bersama air.


E.     Koloid Liofil dan Koloid Liofob

Koloid yang memiliki medium dispersi cair dibedakan atas koloid liofil dan koloid liofob. Suatu koloid disebut koloid liofil apabila terdapat gaya tarik-menarik yang cukup besar antara zat terdispersi dengan mediumnya. Liofil berarti suka cairan (Yunani: lio = cairan, philia = suka). Sebaliknya, suatu koloid disebut koloid liofob jika gaya tarik-menarik  tidak suka cairan (Yunani: lio = cairan, phobia = takut atau benci). Jika medium dispersi yang dipakai adalah air, maka kedua jenis koloid di atas masing-masing disebut koloid hidrofil dan koloid hidrofob.

Contoh:
a.    Koloid hidrofil: sabun, detergen, agar-agar, kanji, dan gelatin.
b.    Koloid hidrofob: sol belerang, sol Fe(OH)3, sol-sol sulfida, dan sol-sol logam.

Koloid liofil/hidrofil lebih mantap dan lebih kental daripada koloid liofob/ hidrofob. Butir-butir koloid liofil/hidrofil membungkus diri dengan cairan/air mediumnya. Hal ini disebut solvatasi/hidratasi. Dengan cara itu butir-butir koloid tersebut terhindar dari agregasi (pengelompokan). Hal demikian tidak terjadi pada koloid liofob/hidrofob. Koloid liofob/hidrofob mendapat kestabilan karena mengadsorpsi ion atau muatan listrik. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa muatan koloid menstabilkan sistem koloid. Sol hidrofil tidak akan menggumpal pada penambahan sedikit elektrolit. Zat terdispersi dari sol hidrofil dapat dipisahkan dengan pengendapan atau penguapan. Apabila zat padat tersebut dicampurkan kembali dengan air, maka dapat membentuk kembali sol hidrofil. Dengan perkataan lain, sol hidrofil bersifat reversibel. Sebaliknya, sol hidrofob dapat mengalami koagulasi pada penambahan sedikit elektrolit. Sekali zat terdispersi telah dipisahkan, tidak akan membentuk sol lagi jika dicampur kembali dengan air. Perbedaan sol hidrofil dengan sol hidrofob disimpulkan sebagai berikut pada table di bawah ini :




F.     Pembuatan Sistem Koloid

Sistem koloid dapat dibuat dengan pengelompokan (agregasi) partikel larutan
sejati atau menghaluskan bahan dalam bentuk kasar, kemudian diaduk dengan
medium pendispersi. Cara yang pertama disebut cara kondensasi, sedangkan yang
kedua disebut cara dispersi.
1.    Cara Kondensasi
Dengan cara kondensasi, partikel larutan sejati (molekul atau ion) bergabung
menjadi partikel koloid. Cara ini dapat dilakukan dengan reaksi-reaksi
kimia, seperti reaksi redoks, hidrolisis, dan dekomposisi rangkap, atau dengan
pergantian pelarut.

a.    Reaksi Redoks
Reaksi redoks adalah reaksi yang disertai perubahan bilangan oksidasi.

Contoh 1:
Pembuatan sol belerang dari reaksi antara hidrogen sulfida (H2S) dengan
belerang dioksida (SO2), yaitu dengan mengalirkan gas H2S ke dalam
larutan SO2.
2 H2S(g) + SO2(aq)   2 H2O(l) + 3 S (koloid)

Contoh 2:
Pembuatan sol emas dari reaksi antara larutan HAuCl4 dengan larutan
K2CO3 dan HCHO (formaldehida).
2 HAuCl4(aq) + 6 K2CO3(aq)  +  3 HCHO(aq) 2 Au (koloid) + 5 CO2(g)
+ 8 KCl(aq) + KHCO3(aq) + 2 H2O(l)

b.    Hidrolisis
Hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air.

Contoh:
Pembuatan sol Fe(OH)3 dari hidrolisis FeCl3. Apabila ke dalam air
mendidih ditambahkan larutan FeCl3, maka akan terbentuk sol Fe(OH)3.
FeCl3(aq) + 3 H2O(l)  → Fe(OH)3 (koloid) + 3 HCl(aq)

c.    Dekomposisi Rangkap
Contoh 1:
Sol As2S3 dapat dibuat dari reaksi antara larutan H3AsO3 dengan larutan
H2S.
2 H3AsO3(aq) + 3 H2S(aq)  → As2S3(koloid) + 6 H2O(l)

Contoh 2:
Sol AgCl dapat dibuat dengan mencampurkan larutan perak nitrat encer
dengan larutan HCl encer.
AgNO3(aq) + HCl(aq)  → AgCl(koloid) + HNO3(aq)

d.   Penggantian Pelarut
Selain dengan cara-cara kimia seperti di atas, koloid juga dapat terjadi
dengan penggantian pelarut.

Contoh:
Apabila larutan jenuh kalsium asetat dicampur dengan alkohol, maka
akan terbentuk suatu koloid berupa gel.

2.    Cara Dispersi
Dengan cara dispersi, partikel kasar dipecah menjadi partikel koloid. Cara
dispersi dapat dilakukan secara mekanik, peptisasi, atau dengan loncatan bunga
listrik (cara busur Bredig).

a.    Cara Mekanik
Menurut cara ini, butir-butir kasar digerus dengan lumping atau penggiling
koloid sampai diperoleh tingkat kehalusan tertentu, kemudian diaduk
dengan medium dispersi.

Contoh:
Sol belerang dapat dibuat dengan menggerus serbuk belerang bersamasama
dengan suatu zat inert (seperti gula pasir), kemudian mencampur serbuk halus itu dengan air.


b.   Cara Peptisasi
Peptisasi adalah cara pembuatan koloid dari butir-butir kasar atau dari
suatu endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi (pemecah). Zat
pemeptisasi memecahkan butir-butir kasar menjadi butir-butir koloid. Istilah
peptisasi dikaitkan dengan peptonisasi, yaitu proses pemecahan protein
(polipeptida) yang dikatalisis oleh enzim pepsin.

Contoh:
Agar-agar dipeptisasi oleh air, nitroselulosa oleh aseton, karet oleh
bensin, dan lain-lain. Endapan NiS dipeptisasi oleh H2S dan endapan
Al(OH)3 oleh AlCl3.

c.     Cara Busur Bredig
Cara busur Bredig digunakan untuk membuat sol-sol logam. Logam
yang akan dijadikan koloid digunakan sebagai elektrode yang dicelupkan
dalam medium dispersi, kemudian diberi loncatan listrik di antara kedua
ujungnya. Mula-mula atom-atom logam akan terlempar ke dalam air, lalu
atom-atom tersebut mengalami kondensasi, sehingga membentuk partikel
koloid. Jadi, cara busur ini merupakan gabungan cara dispersi dan cara kondensasi.

3.    Koloid Asosiasi
Berbagai jenis zat, seperti sabun dan detergen, larut dalam air tetapi tidak
membentuk larutan, melainkan koloid. Molekul sabun atau detergen terdiri
atas bagian yang polar (disebut kepala) dan bagian yang nonpolar (disebut
ekor).


Gambar Molekul sabun

Kepala sabun adalah gugus yang hidrofil (tertarik ke air), sedangkan gugus
hidrokarbon bersifat hidrofob (takut air). Jika sabun dilarutkan dalam air, maka
molekul-molekul sabun akan mengadakan asosiasi karena gugus nonpolarnya
(ekor) saling tarik-menarik, sehingga terbentuk partikel koloid (lihat gambar).

Daya pengemulsi dari sabun dan detergen juga disebabkan oleh aksi yang
sama. Gugus nonpolar dari sabun akan menarik partikel kotoran (lemak) dari
bahan cucian, kemudian mendispersikannya ke dalam air. Sebagian bahan
pencuci, sabun, dan detergen bukan saja berfungsi sebagai pengemulsi, tetapi
juga sebagai pembasah atau penurun tegangan permukaan. Air yang mengandung sabun atau detergen mempunyai tegangan permukaan yang lebih rendah, sehingga lebih mudah meresap pada bahan cucian.

  


5.    RANGKUMAN

1.        Koloid adalah campuran dengan ukuran partikel berkisar antara 1 nm – 100 nm. Jadi, koloid tergolong campuran heterogen dan merupakan sistem dua fasa, yaitu fasa pendispersi (pelarut) dan fasa terdispersi (terlarut).
2.        Sistem koloid dapat dikelompokkan menjadi delapan kelompok berdasarkan pada jenis fasa terdispersi dan fasa pendispersinya, yaitu aerosol, sol, sol padat, aerosol, emulsi, emulsi padat, buih, dan buih padat.
3.        Macam-macam sifat koloid adalah efek Tyndall, gerak Brown, muatan koloid, koloid pelindung, dan dialisis.
4.         Efek Tyndall adalah penghamburan berkas cahaya oleh partikel-partikel koloid.
5.        Gerak Brown adalah gerak partikel koloid yang terus-menerus dengan gerakan patahpatah (gerak zig-zag).
6.        Koloid pelindung terjadi apabila ada penambahan koloid lain untuk menstabilkan suatu koloid.
7.         Koloid liofil terjadi apabila terdapat gaya tarik-menarik yang cukup besar antara zat terdispersi dengan mediumnya.
8.        Koloid liofob terjadi apabila gaya tarik-menarik antara zat terdispersi dengan mediumnya cukup lemah.
9.        Pembuatan koloid dengan cara kondensasi, yaitu partikel larutan sejati (molekul atau ion) bergabung menjadi partikel koloid.
10.    Pembuatan koloid dengan cara dispersi, yaitu partikel kasar dipecah menjadi partikel koloid.




6.    EVALUASI

1.        Jelaskan yang dimaksud dengan macam-macam koloid berikut serta berikan masing-masing contoh dari:
a. aerosol                                      d. sol
b. emulsi                                       e. gel
c. buih
2.        Jelaskan yang dimaksud dengan efek Tyndall dan sebutkan contoh efek Tyndall dalam kehidupan sehari-hari!
3.        Sebutkan manfaat koloid adsorpsi dalam kehidupan sehari-hari!
4.        8. Sebutkan sifat koloid yang dimanfaatkan dalam penjernihan air!
5.        Apakah yang dimaksud dengan dialisis?
6.        Sebutkan manfaat dialisis!
7.        Jelaskan perbedaan koloid liofil dengan koloid liofob!
8.        Jelaskan cara kerja sabun!
9.        Bagaimana prinsip kerja pembuatan koloid dengan cara:
a. kondensasi
b. dispersi
10.    Jelaskan pembuatan sol belerang dengan cara kondensasi dan dispersi!



2 komentar:

  1. Anakku, ada beberapa yang belum cermat.
    Misalnya:
    Reaksi 2 (redoks), persamaannya salah (karena jumlah atom kanan-kiri tidak sama). Cek lagi.
    Selamat memperbaiki.
    Secara kerangka (konsepsi) tulisan anda baik.

    BalasHapus
  2. Anakku ada beberapa yang kurang cermat.
    Misalnya:
    Reaksi 2 (redoks), persamaannya salah (lihat jumlah atom kiri-kanan ada yang tidak sama).
    Selamat memperbaiki.
    Secara kerangka (konsepsi), tulisan anda baik.

    BalasHapus